Yogyakarta - Lebih dari 1 juta guru di Indonesia memiliki gaji di bawah Rp 200 ribu per bulan. Gaji itu jauh dari layak bagi seorang pendidik.
Pimpinan Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PP PGRI) mengusulkan standar minimal gaji untuk guru non-pegawai negeri sipil (PNS) ke pemerintah. "Usulan itu bagi guru non-pegawai negeri. Sebab, selama ini guru non-pegawai negeri kurang diperhatikan," kata Ketua Umum PP PGRI, Sulistya, kepada wartawan di SD Pangudi Luhur, Rabu, 7 Desember 2011.
Ia menambahkan, standar gaji minimal bagi guru itu sangat dibutuhkan untuk kelayakan hidup keluarga mereka. Setengah dari sekitar 4 juta jumlah guru di Indonesia merupakan guru honorer atau guru non-pegawai negeri.
Selama ini upaya peningkatan kesejahteraan guru hanya berlaku bagi guru berstatus pegawai negeri, yaitu mencapai Rp 2,5 juta per bulan serta tambahan sejumlah tunjangan lainnya. Sedangkan guru honorer atau non-pegawai negeri tetap tidak dilindungi haknya seperti guru pegawai negeri.
Ketua Umum PB PGRI, Sulistyo, di sela pemberian santunan dari Bumiputera kepada salah seorang guru pensiunan SD Pangudi Luhur Yogyakarta menyatakan guru honorer tugasnya sama dengan guru pegawai negeri. Mereka juga bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak bangsa.
Bumiputera memberikan santunan kepada guru karena menurut sejarahnya perusahaan asuransi itu didirikan oleh tiga orang guru pada 1912. Pihak asuransi itu lebih memuliakan guru.
"Sejarah kami dari guru, kami ingin memuliakan secara lebih para guru," kata Kepala Wilayah Bumiputera Yogyakarta, Nurseto.
Bantuan santunan Rp 15 juta diberikan kepada pensiunan guru SD Pangudi Luhur Yogyakarta, Fransiscus Sukardjo, 70 tahun. Santunan diberikan oleh monolog Butet Kertarejasa, yang juga tercatat sebagai mantan murid Sukardjo saat duduk di bangku kelas 2 dan 6 di SD itu.
"Pak Sukardjo adalah sosok yang memberikan ‘piutang’, tidak hanya bagi dirinya tapi juga bagi keluarganya. Mungkin Bapak menyebutnya pengabdian, tapi bagi saya itu adalah keikhlasan yang Bapak tanamkan bagai saham pada diri saya,” kata Butet.
MUH SYAIFULLAH
Pimpinan Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PP PGRI) mengusulkan standar minimal gaji untuk guru non-pegawai negeri sipil (PNS) ke pemerintah. "Usulan itu bagi guru non-pegawai negeri. Sebab, selama ini guru non-pegawai negeri kurang diperhatikan," kata Ketua Umum PP PGRI, Sulistya, kepada wartawan di SD Pangudi Luhur, Rabu, 7 Desember 2011.
Ia menambahkan, standar gaji minimal bagi guru itu sangat dibutuhkan untuk kelayakan hidup keluarga mereka. Setengah dari sekitar 4 juta jumlah guru di Indonesia merupakan guru honorer atau guru non-pegawai negeri.
Selama ini upaya peningkatan kesejahteraan guru hanya berlaku bagi guru berstatus pegawai negeri, yaitu mencapai Rp 2,5 juta per bulan serta tambahan sejumlah tunjangan lainnya. Sedangkan guru honorer atau non-pegawai negeri tetap tidak dilindungi haknya seperti guru pegawai negeri.
Ketua Umum PB PGRI, Sulistyo, di sela pemberian santunan dari Bumiputera kepada salah seorang guru pensiunan SD Pangudi Luhur Yogyakarta menyatakan guru honorer tugasnya sama dengan guru pegawai negeri. Mereka juga bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak bangsa.
Bumiputera memberikan santunan kepada guru karena menurut sejarahnya perusahaan asuransi itu didirikan oleh tiga orang guru pada 1912. Pihak asuransi itu lebih memuliakan guru.
"Sejarah kami dari guru, kami ingin memuliakan secara lebih para guru," kata Kepala Wilayah Bumiputera Yogyakarta, Nurseto.
Bantuan santunan Rp 15 juta diberikan kepada pensiunan guru SD Pangudi Luhur Yogyakarta, Fransiscus Sukardjo, 70 tahun. Santunan diberikan oleh monolog Butet Kertarejasa, yang juga tercatat sebagai mantan murid Sukardjo saat duduk di bangku kelas 2 dan 6 di SD itu.
"Pak Sukardjo adalah sosok yang memberikan ‘piutang’, tidak hanya bagi dirinya tapi juga bagi keluarganya. Mungkin Bapak menyebutnya pengabdian, tapi bagi saya itu adalah keikhlasan yang Bapak tanamkan bagai saham pada diri saya,” kata Butet.
MUH SYAIFULLAH
0 komentar